Selasa, 26 November 2013

Peluang Dan Sampel


STATISTIKA EKONOMI II ( TEORI PELUANG )
  • Dasar Teori Peluang
  • Ruang Sampel
  • Kejadian dan Operasinya

·         Menghitung Titik Sampel:
– Permutasi
– Kombinasi
Ruang sampel
·         Kumpulan dari semua hasil dari percobaan statistik, dinyatakan dengan notasi S
·         Contoh: Percobaan pelemparan mata uang
Kejadian
·         Dari setiap percobaan kita mungkin ingin mengetahui munculnya elemen-elemen dari ruang sampel yang mempunyai ciri tertentu.
Sekelompok titik sampel itu membentuk himpunan bagian dari S
·         Contoh: Percobaan pelemparan 3 koin perasi dengan kejadian
Definisi 1:
Irisan dua kejadian A dan B, dinyatakan dengan lambang A B ialah kejadian yang unsurnya termasuk A dan B.
Gambar diagram Venn
Definisi 2
Dua kejadian A dan B saling terpisah bila  A B = 0
·         Contoh : Sebuah dadu dilantunkan. A menyatakan kejadian bahwa bilangan genap muncul di sebelah atas dan B kejadian bahwa bilangan ganjil yang muncul di sebelah atas

Definisi 3
·         Gabungan dua kejadian A dan B, dinyatakan dengan lambang A B ialah kejadian yang mengandung semua unsur yang termasuk A dan B atau keduanya.

Definisi 4
·         Komplemen suatu kejadian A terhadap S ialah himpunan semua unsur S yang tidak termasuk A. Komplemen A dinyatakan dengan lambang A’.

Menghitung Titik Sampel
Teorema 1:
Bila suatu operasi dapat dilakukan dengan n1 cara, bila untuk tiap cara ini operasi kedua dapat dikerjakan dengan n2 cara, maka kedua operasi itu dapat dikerjakan bersama-sama dengan n1n2 cara.
·         Contoh : Banyaknya titik sampel dalam ruang sampel sepasang dadu dilantunkan satu kali.
Teorema 2:
·         Bila suatu operasi dapat dikerjakan dengan n1 cara, dan bila untuk setiap cara ini operasi kedua dapat dikerjakan dengan n2 cara , dan bila untuk setiap kedua cara operasi tersebuat operasi ketiga dapat dikerjakan dengan n3 cara, dan seterusnya, maka deretan k operasi dapat dikerjakan dengan n1n2…nk cara.
·         Contoh : Berapa macam hidangan dapat disajikan jika masing-masing hidangan dapat terdiri dari sop, nasi goreng, bakmi, dan soto bila tersedia 4 macam soto, 3 macam nasi goreng, 5 macam bakmi, dan 4 macam soto.
Teorema 3
·         Banyak permutasi n benda yang berlainan adalah n! Suatu permutasi ialah suatu susunan urutan yang dapat dibentuk dari suatu kumpulan benda yang diambil sebagian atau seluruhnya.
·         Contoh : Permutasi empat huruf a,b,c, dan d adalah 4!=24
Menentukan Ruang Sampel Suatu Percobaan
Ada tiga cara yang biasa digunakan untuk menentukan ruang sampel suatu percobaan, yaitu:
a. Cara Mendaftar
Seperti yang telah kita pelajari di atas, dalam percobaan melempar dadu bermata enam, kita tidak dapat memastikan mata dadu mana yang muncul. Tetapi himpunan mata dadu yang mungkin muncul dan anggota-anggota dari ruang sampel bisa kita ketahui. Ruang sampel dari dadu bermata enam adalah S = {1, 2, 3, 4, 5, 6) dan titik sampelnya adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Jadi ruang sampel diperoleh dengan cara mendaftar semua hasil yang mungkin. Titik sampel adalah semua anggota dari ruang sampel.
b. Diagram Pohon
Misal dalam melakukan percobaan melempar sebuah mata uang logam sebanyak 3 kali, dengan sisi angka (A) dan sisi gambar (G).
Dari diagram pohon berikut kita dapat menuliskan dengan mudah ruang sampelnya, yaitu
 S = {AAA, AAG, AGA, AGG, GAA, GAG, GGA, GGG}
c. Tabel
Misal kita mempunyai uang logam dengan 2 kali pelemparan. Maka dengan tabel diperoleh:
Titik sampel: (AA), (AG), (GA), (GG)
Ruang sampel (S): {(AA), (AG), (GA), (GG)}
Dengan menggunakan diagram pohon dan tabel kita bisa mencari titik sampel dan ruang sampel dari dua buah alat atau lebih.
Menghitung Peluang Kejadian
1. Peluang pada Ruang Sampel
Pada percobaan melempar satu kali dadu bermata enam, dan kemungkinan mata dadu yang keluar ada enam buah, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6; sebut saja ada 6 buah kejadian yang mungkin muncul. Jika A merupakan peristiwa muncul mata dadu 5, di mana mata dadu 5 merupakan salah satu kejadian dari enam kejadian yang mungkin muncul dari setiap pelemparan dadu. Jika dadu ituseimbang atau kondisi sama, maka peluang muncul 5 yaitu 1 / 6
Jika dituliskan dalam rumus, peluang terjadinya peristiwa A yang dilambangkan P(A) adalah:
2. Peluang dengan Frekuensi Relatif
Jika kita melemparkan sebuah mata uang logam sebanyak 6 kali, ternyata muncul sisi gambar (G) sebanyak 3 kali, dan sisi angka (A) sebanyak 2 kali maka frekuensi relatif dari munculnya sisi gambar adalah = 0,5 dan frekuensi relatif dari munculnya sisi angka adalah = 0,33.
Jadi, jika ada percobaan sebanyak n kali, ternyata muncul kejadian A sebanyak n1, kali dan B sebanyak n2 kali sehingga (n1 + n2 = n), maka frekuensi relatif dari munculnya A adalah n1/n.

Selasa, 12 November 2013

Kurva Normal / Distribusi Normal

A. Pendahuluan
Kenyataan sehari-hari sering kali kita mendengar adanya pernyataan ”mungkin  dan atau tidak mungkin”, secara spesifik pernyataan tersebut dapat diartikan sebagai gambaran sebuah pernyataan ”kepastian dan atau ketidak pastian” yang dapat dikatakan sebagi probabilitas atau kemungkinan. Kaitan dengan kehidupan sehari-hari sering kali dihadapkan dengan asumsi-asumsi probabilitas, seperti kemungkinan terjadi lonjakan harga, kemungkinan terjadinya gejolak dimasyarakat akibat kenaikan harga. Pada pokok bahasan ini mengkanji teori dan kegunaan pendugaan statistika (probabilitas), meliputi: pendugaan titik parameter dan interval, kesalahan standar dari rata-rata hitung sampel; penentuan interval keyakinan baik secara rata-rata dan proporsi serta selisih rata-rata dan proporsi dan memilih ukuran sampel.
B. Pengertian dan Kegunaan Pendugaan Statistika (Probabilitas)
Probabilitas adalah ukuran mengenai kemungkinan akan terjadinya peristiwa (event). Di dalam probabilitas dimungkinkan adanya ruang sampel yang merupakan himpunan dari kejadian-kejadian yang mungkin terjadi pada suatu peristiwa. Kegunaan pendugaan statistik (probabilitas) antara lain:
1. Dasar pengambilan keputusan
2. Memperkecil tingkat resiko dan ketidak pastian dalam pelaksaan kegitan
3. Mengurangi konflik adanya sebuah keputusan
4. Dapat memproyeksikan kemungkinan yang akan terjadi dimasa datang
C. Pendugaan Titik Parameter & Interval
1. Pendugaan Titik Parameter
Pendugaan titik parameter apabila terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tidak saling mempengaruhi pada kemungkinan kejadian lainnya. Pendugaan titik parameter adalah penduga tunggal sebagai fungsi unsur populasi. Formulasi untuk menentukan pendugaan titik parameter adalah sebagai berikut:

Sifat-sifat pendugaan statistika (probabilitas) yaitu:
1. Penduga Tidak Bias
Penduga titik dikatakan tidak bias (unbiased estimator) jika di dalam sampel random yang berasal dari populasi, rata-rata atau nilai harapan (expexted value) dari statistik sampel sama dengan parameter populasi () atau dapat dilambangkan dengan E( ) = . Berikut ini akan disajikan gambar pendugaan bias dan tidak bias sebagai berikut:
Gambar 4.1. Pendugaan Bersifat Tidak Bias dan Bias

2. Penduga Efisien
Penduga yang efisien (efficient estimator) adalah penduga yang tidak bias dan mempunyai varians terkecil (sx2) dari penduga-penduga lainnya. Gambar pendugaan bersifat efisien adalah:
Gambar 4.2. Pendugaan Bersifat Efisien

3. Penduga Konsisten
Penduga yang konsisten (consistent estimator) adalah nilai dugaan ( ) yangsemakin mendekati nilai yang sebenarnya dengan semakin bertambahnya jumlah sampel (n). Gambar pendugaan bersifat efisien adalah:
Gambar 4.3. Pendugaan Bersifat Konsisten

2. Pendugaan Interval
Pendugaan interval adalah menyatakan jarak di dalam mana suatu parameter populasi mungkin berada. Rumus untuk menentukan pendugaan interval adalah:

Contoh pendugaan interval dengan menentukan jumlah sampel setiap stratum

Pada gambar terlihat untuk interval keyakinan 95% terhubungkan dengan nilai Z antara –1,96 sampai 1,96. Ini dapat diartikan juga bahwa 95% dari rata-rata hitung sampel akan terletak di dalam 1,96 kali standar deviasinya. Sedangkan untuk keyakinan 99%, maka rata-rata hitungnya juga akan terletak di dalam 2,58 kali standar deviasinya. Interval keyakinan juga dapat dituliskan untuk C= 0,95 adalah 1,96x dan untuk C=0,99 adalah 2,58sx.

Luas kurva adalah 1, dan simetris yaitu sisi kanan dan kiri luasnya sama yaitu 0,5. Nilai C= 0,95 apabila dibagi menjadi dua bagian simetris maka menjadi 0,4750 yang diperoleh dari 0,95/2. Apabila digunakan tabel luas di bawah kurva normal untuk probabilitas 0,4750 maka akan diperoleh nilai Z sebesar 1,96. Begitu juga untuk C= 0,99, maka probabilitasnya adalah 0,99/2 = 0,4950, nilai probabilitas ini terhubung dengan nilai Z= 2,58. Setelah menemukan nilai Z dan standar deviasinya, maka dapat dibuat interval keyakinan dengan mudah misalnya untuk C= 0,95 adalah P(– 1,96sx < m <  + 1,96sx) = 0,95 sedang untuk C= 0,99 adalah P( – 2,58sx < m < + 2,58sx) = 0,99.

Pada gambar di atas terlihat bahwa interval 1 dengan nilai rata-rata interval 95 dengan rata-rata 95 mengandung nilai parameternya yaitu dan hanya 96 sampai 100 atau 5% interval saja yang tidak dari statistik mengandung m. Jadi interval keyakinan C= 95 dapat diartikan bahwa sebanyak 95% interval mengandung nilai parameter aslinya yaitu m dan hanya 5% yang tidak mengandung parameternya.
D. Kesalahan Standar dari Rata-rata Hitung Sampel
Kesalahan standar dari rata-rata hitung sampel adalah standar deviasi distribusi sampel dari rata-rata hitung sampel. Kesalahan standar dari rata-rata hitung dihitung dengan rumus sebagai berikut:

E. Interval Keyakinan
Interval keyakinan merupakan derajat tingkat kepercayaan terhadap suatu hasil pengujian yang telah ditetapkan. Berikut ini disajikan skema proses interval keyakinan.
Gambar 4.4. Skema Proses Interval Keyakinan

1. Interval Keyakinan Rata-rata dan Proporsi
A. Interval keyakinan untuk rata-rata hitung diformulasikan :

Untuk populasi yang terbatas, faktor koreksi menjadi (N-n)/N-1. Nilai merupakan rata-rata dari sampel, sedangkan nilai Z untuk beberapa nilai C Contoh interval keyakinan rata-rata hitung:Berdasarkan pada nilai Z dan diasumsikan bahwa n>30 maka dapat disusun interval beberapa keyakinan sebagai berikut:

1. Interval keyakinan 99%:  2,58 s/n
2. Interval keyakinan 98%:  2,33 s/n
3. Interval keyakinan 95%:  1,96 s/n
4. Interval keyakinan 90%:  1,65 s/n
5. Interval keyakinan 85%:  1,44 s/n
6. Interval keyakinan 95%:  1,28 s/n
Interval keyakinan tersebut dapat juga digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.5. Interval Keyakinan Hitung

Nilai parameter yang sebenarnya diharapkan adan terdapat pada interval 1 -dengan batas bawah -Z/2 dan batas atas Z/2.
b. Interval keyakinan untuk Proporsi diformulasikan :
1) Untuk populasi yang tidak terbatas

2) Untuk populasi yang terbatas

Bentuk pendugaan proporsi populasi dirumuskan sebagai berikut:
Probabilitas (p - Z/2.Sp<P< p + Z/2.Sp)Di mana:
p  : Proporsi sampel
Z/2 : Nilai Z dari tingkat keyakinan 
P  :Proporsi populasi yang diduga
Sp  : Standar error/kesalahan dari proporsi
C  :Tingkat keyakinan  :1 – C
Selanjutnya ada beberapa pendekatan distribusi sampling yang digunakan untuk mengukur Interval Keyakinan Rata-rata dan Proporsi yaitu:
1. Distribusi normal dan standar deviasi populasi diketahui dengan rumus:
Di mana:

: Rata-rata dari sampel
Z/2  : Nilai Z dari tingkat kepercayaan 
  : Rata-rata populasi yang diduga
x  : Standar error / kesalahan standar dari rata-rata hitung sampel
C  : Tingkat keyakinan = (1 – C)
2. Distribusi normal dan standar deviasi populasi tidak diketahui dengan rumus:
a. Standar error untuk populasi tidak terbatas

b. Standar error untuk populasi yang terbatas dan n/N > 0,05:

Gambar 4.6. Interval Keyakinan Distribusi Normal Dan Standar Deviasi Populasi Tidak Diketahui

3. Distribusi sampling mendekati normal dan standar deviasi populasi tidak diketahui dengan rumus:

2. Interval Keyakinan Selisih Rata-rata dan Proporsi
a. Interval keyakinan untuk Selisih Rata-rata dapat dihitung dengan rumus :Probabilitas :

Di mana standar error dari nilai selisih rata-rata adalah:

Apabila standar deviasi dari populasi tidak ada, maka dapat diduga dengan
standar deviasi sampel yaitu:

Di mana:
x1-x2: Standar deviasi selisih rata-rata populasi
sx1-x2  : Standar error selisih rata-rata
sx1, sx1: Standar deviasi sampel dari dua populasi
n1, n2: Jumlah sampel setiap populasi
b. Interval keyakinan untuk Selisih Proporsi dapat dihitung dengan rumus :
Probabilitas : ((p1-p2) - Z/2. sp1-p2) <(P1-P2) < (p1-p2) + Z/2. sp1-p2)
Di mana standar error dari nilai selisih proporsi adalah:

Ket :
p1, p2 : Proporsi sampel dari dua populasi
Sp1, sp1 : Standar error selisih proporsi dari dua populasi
n1, n2 : Jumlah sampel setiap populasi
F. Memilih Ukuran Sampel
Faktor yang mempengaruhi jumlah sampel adalah :
1. Tingkat keyakinan yang dipilih.
2. Kesalahan maksimum yang diperbolehkan.
3. Variasi dari populasi.
Rumus menghitung jumlah sampel dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:
1) Rumus jumlah sampel untuk menduga rata-rata populasiRumus jumlah sampel dalam populasi dirumuskan sebagai berikut:

Rumus tersebut diturunkan dari interval keyakinan sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

2) Rumus jumlah sampel untuk menduga rata-rata proporsi populasiUntuk mendapatkan rumus jumlah sampel dalam pendugaan proporsi populasi dapat diturunkan sebagai berikut:


Selasa, 05 November 2013

Pengantar Peluang


PENGANTAR TEORI PELUANG

Pendahuluan
Sebagai seorang guru, kita sering berhadapan dengan skor-skor hasil tes  siswa. Misalkan seorang siswa memperoleh skor asli  (apa adanya / belum diolah) dari  empat kali tes matematika dalam satu semester adalah 8, 7, 8, 9. Kumpulan bilangan itu  merupakan data mentah. Misalkan pula, 3, 0, 2, 4 yang menyatakan banyaknya  kecelakaan lalu lintas di suatu daerah dalam empat  bulan pertama suatu tahun juga  merupakan data mentah. 100 cm, 120, cm, 180 cm, 150cm yang menyatakan tinggi  badan orang-orang dalam suatu keluarga juga merupakan data mentah. Dengan demikian,  data mentahmerupakan informasi yang dicatat dan dikumpulkan,  baik dalam bentuk  hitungan maupun pengukuran.Proses yang menghasilkandata mentah disebut percobaan.  Pengetahuan kita tentang ruang sampel, kejadian, dan titik sampel sangat diperlukan agar  kita dapat memperoleh gambaran lebih lengkap dalam  memahami suatu percobaan. Pada  kegiatan belajar ini, kita membahas ruang sampel, kejadian, dan titik sampel.  Sebagai acuan utama bahan belajar mandiri ini adalah buku karangan Billstein,  Liberskind, dan Lot (1993),  A Problem Solving Approach to Mathematics for Elemtary  School Teachers;  Ruseffendi, H.E.T (1998),  Statistika Dasar untuk Penelitian  Pendidikan; dan Sudjana (1989),  Metoda Penelitian. Walpole, R.E. dan Myers, R.H.  (1986),  Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan(terjemahan oleh  Sembiring, R.K.).  Setelah mempelajari dan mengerjakan latihan-latihan yang ada pada bahan belajar  mandiri ini, anda diharapkan dapat:
1.  Menyebutkan arti percobaan, ruang sampel, kejadian,dan titik sampel.
2.  Menentukan ruang sampel dari suatu percobaan.
3.  Menentukan banyak kejadian tertentu dari suatu perconaan.
4.  Menentukan banyak titik sampel dari suatu percobaan.
5.  Menentukan permutasi dari suatu perconaan.
6.  Menentukan kombinasi dari suatu percobaan.
7.  Mengetahui makna distribusi peluang.
Kegiatan Belajar 1
Ruang Sampel dan Titik Sampel
Ruang Sampel
Pada bagian pendahuluan telah disinggung tentang data mentah dan percobaan.  Sebagai contoh percobaan adalah pengetosan mata uang logam dan pengetosan dadu.  Pada pengetosan mata uang logam, percobaan ini hanya menghasilkan 2 buah  kemungkinan, yaitu “muka” dan belakang, dan pada pengetosan dadu untuk melihat  angka yang di bagian atas, kemungkinan yang dihasilkan adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.  Dalam banyak hal, percobaan tidak dapat memberikanhasil yang pasti. Meskipun  kita melakukan pengetosan uang logam beberapa kali,kita tidak dapat memastikan  bahwa pengetosan tertentu akan menghasilkan “muka”,dan pengetosan lainnya akan  menghasilkan “belakang”. Meskipun demikian, kita mengetahui bahwa setiap percobaan  pasti ada unsur peluang, dan kita mengetahui seluruh kemungkinan yang dapat terjadi  dari suatu percobaan. Seluruh kemungkinan itu disebut dengan  ruang sampeldan  dilambangkan dengan S. Tiap hasil dalam ruang sampel disebut  unsuratau  titik sampel.  Bila ruang sampel S yang merupakan semua hasil yangmungkin terjadi dari suatu  percobaan mempunyai unsur yang hingga banyaknya, maka unsur atau titik sampel itu  dapat didaftar dan ditulis diantara dua alokade. Pada pengetosan mata uang logam, unsur  atau titik sampel muka dan belakang dapat ditulis sebagai S = M, B. Bila ruang sampel  S berukuran besar atau mempunyai unsur yang tak hingga banyaknya maka unsur-unsur  itu akan lebih mudah ditulis dengan suatu pernyataan atau aturan. Misalkan, bila hasil  dari suatu percobaan adalah orang-orang Jakarta yang mempunyai mobil dua atau lebih  maka ruang sampelnya dapat ditulis sebagai  3
S = xx orang Jakarta yang mempunyai mobil dua atau lebih dibaca, “S adalah kumpulan x, jika x menyatakan orang Jakarta yang mempunyai mobil  dua atau lebih”.
Contoh 1.
Percobaan pengetosan sebuah dadu adalah angka yang  muncul di bagian atas, maka  ruang sampelnya adalah
S = 1, 2, 3, 4, 5, 6 Bila percobaan pengetosan dadu itu adalah bilangan  genap atau ganjil, maka ruang  sampelnya adalah
S = genap, ganjil Pada contoh di atas tampak bahwa suatu percobaan dapat menghasilkan lebih dari satu  ruang sampel. Dari ruang sampel pertama dan ke dua,mana yang paling banyak  memberikan informasi kepada kita?
Kejadian
Pada setiap percobaan, mungkin kita ingin mengetahui kejadian tertentu. Kejadian  tertentu itu mungkin berupa satu atau lebih titik sampel pada ruang sampel, atau mungkin  bukan titik sampel pada ruang sampel. Jika kejadianitu hanya memuat satu titik sampel  pada ruang sampel, maka kejadian itu disebut kejadian sederhana. Jika kejadian itu  merupakan gabungan dari kejadian-kejadian sederhana, maka kejadian itu disebut  kejadian majemuk. Misalkan pada percobaan pengetosan sebuah dadu, kita ingin  mengetahui hasil pengetosan dadu adalah bilangan yang habis dibagi 2. Hal ini berarti  yang kita kehendaki adalah kejadian munculnya bilangan yang habis dibagi 2, yaitu A =  2, 4, 6. Tiap kejadian berkaitan dengan sekumpulan titik sampel dari suatu ruang  sampel membentuk himpunan bagian dari ruang sampel  itu. Pada contoh di atas, jelas  bahwa kejadian A = 2, 4, 6merupakan himpunan bagian dari ruang sampel S = 1, 2,  3, 4, 5, 6. Dengan demikian, kejadian dapat didefinisikan sebagai himpunan bagian dari  ruang sampel.
Contoh 2.
Pada penarikan sebuah kartu heart dari sekotak kartu bridge merupakan himpunan bagian  A =  heartdari ruang sampel S =  heart, spede, club, diamond. Jadi A merupakan  4 kejadian sederhana. Pada penarikan sebuah kartu merah B dari ruang sampel S =  heart,  spede, club, diamondmerupakan kejadian majemuk karena B =  heart  diamond=  heart, diamond.  Misalkan A merupakan kejadikan menemukan x anggotabilangan real dari  persamaan x 2 + 1 = 0, maka A =  ; begitu pula bila B =  xx faktor 7 yang bukan  prima, maka B =  . A dan B di atas merupakan  ruang nolatau  ruang hampa.  Himpunan bagian ruang sampel yang tidak memuat titik sampel disebut ruang nol atau  ruang hampa, dan dilambangkan dengan Hubungan antara kejadian dan ruang sampel padanannya dapat digambarkan  dengan diagram venn. Dalam suatu diagram venn, ruang sampel dapat digambarkan  dengan empat persegi panjang dan kejadian dinyatakan dengan lingkaran di dalamnya.  kejadian A, B, dan C merupakan himpunan-himpunan bagian dari ruang sampel S. Juga  tampak bahwa kejadian B merupakan himpunan bagian kejadian A; kejadian B dan C  tidak mempunyai titik sampel yang sama; A dan C mempunyai paling sedikit satu titik  sampel yang sama (coba buatlah diagram vennnya!).  A  Misalkan seorang menarik sebuah kartu dari dari kelompok 52 kartu bridge dan  terjadinya kejadian adalah sebagai beriku: 
A: kartu yang ditarik berwarna merah.
B: kartu yang ditarik jack, queen, atau king diamond.
C: kartu yang ditarik as. 
Kartu apakah titik sampel persekutuan A dan C?
S  C  B  5
Semua mahasiswa
Logika  Bilangan  Jelas bahwa titik sampel bersama (persekutuan) antara A dan C adalah dua as merah (as  heart dan as diamond).  Kejadian mahasiswa yang mengambil mata kuliah logika dan matakuliah bilangan  masing-masing dinyatakan dengan daerah yang diarsir. Daerah yang terarsir dua kali  menyatakan mahasiswa yang mengambil kedua matakuliah tersebut, sedangkan daerah  yang tidak terkena arsir sama sekali menyatakan mahasiswa yang tidak mengambil kedua  matakuliah tersebut.  Suatu kejadian yang unsurnya termasuk dalam kejadian A dan kejadian B disebut  irisan dua kejadian A dan B, dilambangkan A  ∩B. Unsur-unsur tersebut dapat didaftar,  yaitu A  ∩B =  xx  A dan x  B. Lambang “” berarti “anggota” atau “termasuk  dalam”. A ∩B dapat dinyatakan dalam diagram venn, yaitu:
S  A B
Contoh 3.
Misalkan P = 3, 4, 5, 6, 7dan Q = 6, 7, 8 ,9maka A ∩B = 6, 7.
Contoh 4.
Misalkan A menyatakan kejadiaan siswa yang dipilih  secara acak di suatu ruang kelas  adalah menyukai matematika. B menyatakan kejadian siswa yang dipilih secara acak di  ruang kelas itu adalah menyukai IPA. Maka A ∩B menyatakan himpunan siswa di suatu  ruang kelas yang menyukai matematika dan IPA.
Contoh 5.  
Misalkan A menyatakan kejadian wanita yang suka menari yang dipilih secara acak di  suatu ruang kelas. B menyatakan kejadian pria yang  suka sepak bola yang dipilih secara  acak di ruang kelas itu. Maka A  ∩B =  , yang berari A dan B tidak mempunyai unsur  persekutuan atau dengan kata lain, tidak ada unsur  dari himpunan bagian A yang  merupakan unsur dari himpunan bagian dari B.  Kita memerlukan suatu definisi untuk dua kejadian tak mungkin terjadi sekaligus.  Kedua kejadian ini dikatakan saling terpisah. Dua buah kejadian A dan B saling lepas  jika A ∩B = . Dua buah kejadian ini dapat diilustrasikan dalam diagram venn berikut:
S  A B
Dari diagram venn di atas tampak bahwa tidak ada daerah sekutu antara A dan B,  sehingga A ∩B = .
Contoh 6.
Pada pengetosan sebuah dadu, misalkan A menyatakan  kejadian bilangan genap muncul  di bagian atas, dan B menyatakan kejadian bilangan  ganjil muncul di bagian atas.  Kejadian A dan B itu dapat kita tulis dengan A = 2, 4, 6, B =  1, 3, 5. Dua kejadian  7 ini tidak mempunyai titik sekutu, karena bilangan genap dan ganjil tidak mungkin  muncul sekaligus (bersama-sama) pada pengetosan sebuah dadu. Jadi A ∩B = .  Sering kali kita ingin mengetahui salah satu dari dua kejadian A atau B. Kejadian  seperti ini kita sebut dengan gabungan dari A dan B; dan hal ini terjadi jika hasilnya  adalah unsur dari kedua himpunan bagian itu. Lambang untuk gabungan ini adalah “ ”.  Dengan demikian, A  B ialah kejadian yang mengandung semua unsur yang termasuk  A, B, atau keduanya. Sebagai ilustrasi, jika A = 2, 4, 6dan B = 1, 3, 5, maka A  B  = 1, 2,3, 4,5, 6.
Misalkan kejadian A adalah himpunan bagian dari ruang sampel S. Seringkali kita  ingin mengetahui kejadian di luar A tetapi masih didalam S. Kejadian seperti ini  dinamakan  komplemensuatu kejadian A terhadap S dan dilambangkan A’. Unsur A’  dapat didaftar atau ditentukan dengan aturan A’ = xx S dan x A. Dalam diagram  venn, daerah yang menyatakan unsur kejadian A’ diarsir atau digelapkan.  S  A  Sebagai ilustrasi, misalkan P menyatakan kejadian seorang siswa yang dipilih secara acak  dari suatu kelas adalah pria. Maka P’ menyatakan kejadian siswa yang dipilih dari kelas  itu adalah bukan pria. Misal pula, ruang sampel S = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Jika A =  1, 3, 5, 7, 9, maka A’ = 2, 4, 6, 8, 10.
Berikut ini beberapa sifat kejadian yang dapat dengan mudah diperiksa  kebenarannya melalui diagram venn.
1.  A ∩ = .
2.  A  = A.
3.  A ∩A’ =
4.  A  A’ = S
5.  S’ =
6.  (A’)’ = A
Titik Sampel  Sering kali kita berhadapan dengan unsur kemungkinan dari suatu kejadian  tertentu bila suatu percobaan dilakukan. Dalam beberapa hal, suatu soal peluang dapat  diselesaikan dengan menghitung titik sampel dalam ruang sampel. Kita akan mulai  pembahasan ini, dengan memperhatikan sifat berikut ini.  Sifat 1 Jika suatu operasi dapat dilakukan dengan n 1cara, dan jika untuk setiap cara ini operasi  ke dua dapat dikerjakan dengan n 2cara, maka kedua operasi itu dapat dikerjakan  bersama-sama dengan n1n2cara.  Sebagai ilustrasi, jika sepasang dadu dilemparkan sekali, maka banyaknya titik sampel  adalah 36. Hal ini karena dadu pertama dapat menghasilkan 1 dari enam kemungkinan.  Untuk setiap posisi tersebut, dadu kedua dapat pulamenghasilkan 6 kemungkinan. Jadi  pasangan dadu itu dapat menghasilkan 6 x 6 = 36 kemungkinan. (Silahkan tulis unsur-unsurnya itu).  Sifat 1 di atas dapat diperluas dengan banyaknya operasi adalah k. Dengan demikian, kita  memperoleh sifat berikut:
Sifat 2
Jika suatu operasi dapat dilakukan dengan n 1cara, dan jika untuk setiap cara ini operasi  ke dua dapat dikerjakan dengan n2cara, jika untuk setiap cara ini operasi ke tiga dapat  dikerjakan dengan n 3, dan seterusnya, maka deretan k operasi dapat dikerjakan dengan n 1 x n2x n3x …x nkcara.
Contoh 7.
Misalkan seseorang akan memakai sepatu, kaos kaki,  celana, dan baju untuk berangkat  kerja. Ia mempunyai 2 pasang sepatu, 3 pasang kaos  kaki, 5 baju, dan 4 celana.Maka ia  mempunyai pilihan memakai sepatu, kaos kaki, baju, dan celana sebanyak:  2 x 3 x 5 x 4 = 120.  9
Permutasi
Sering kali kita juga menginginkan ruang sampel yang unsurya terdiri dari semua  urutan yang mungkin. Misalkan kita ingin mengetahuibanyaknya susunan yang dapat  dibuat bila 6 orang didudukkan mengelilingi suatu meja. Susunan yang berlainan itu  merupakan permutasi.
Definisi
Permutasi adalah suatu susunan yang dapat dibentuk  dari suatu kumpulan benda yang  diambil sebagian atau seluruhnya.  Jika ada 3 huruf a, b, dan c; maka permutasi yang dapat dibuat adalah abc, acb, bac, bca,  cab, dan cba. Tampak bahwa ada 6 susunan berlainan.Ada 3 tempat yang harus diisi oleh  a, b, dan c. Jadi ada 3 pilihan untuk tempat pertama, 2 pilihan untuk tempat ke dua, dan 1  pilihan untuk tempat ke tiga, sehingga semuanya menjadi 3 x 2 x 1 = 6 permutasi. Secara  umum, jika ada n benda berlainan, maka kita dapat menyusun benda itu sebanyak n(n –  1)(n – 2) …(3)(2)(1) cara. Perkalian ini ditulis dengan lambang n!, dibaca “n faktorial”. 3  benda dapat disusun dengan 3! = 3 x 2 x 1 = 6 cara.Untuk 1! dan 0! Berturut-turut  didefinisikan 1! = 1 dan 0! = 1.
Sifat 3.
Banyak permutasi n benda berlainan adalah n!  Dengan menggunakan sifat 3, maka banyaknya permutasi dari 4 huruf berlainan adalah  4! = 24.
Misalkan kita ingin mengetahui banyaknya permutasiyang dapat dibuat dari 4  huruf a, b, c, dan d bila 2 huruf diambil sekaligus. Permutasi itu adalah ab, ac, ad, ba, ca,  da, bc, bd, cb, db, cd, dan dc. Dengan menggunakan  sifat 2, ada 2 tempat untuk diisi  dengan 4 pilihan untuk tempat yang pertama dan ada 3 pilihan untuk tempat yang ke dua,  sehingga seluruhnya ada 4 x 3 = 12 permutasi. Secara umum, kita dapat menurunkan  sebuah sifat, yaitu:
Sifat 4.
Jika n benda berlainan diambil r sekaligus maka dapat disusun dalam n x (n – 1) x (n – 2)  x ….… x (n – r) cara; dan perkalian ini ditulis dengan lambang,  nPr = n! / (n – r)!  10 Sebagai ilustrasi, misalkan ada 20 nama A, B, C, …,T. Dari 20 nama itu diambil 2 nama  secara acak. Dengan menggunakan rumus di atas, makabanyak titik sampel dalam ruang  sampel S adalah  20P2= 20! / (20 – 2)!  = 20 x 19  = 380.
Permutasi yang dibuat dengan menyusun benda secaramelingkar atau siklis  disebut permutasi melingkar atau  permutasi siklis. Permutasi ini merupakan permutasi  yang unsur-unsurnya ada pada kedudukan melingkar, misalnya kedudukan titik A, B, dan  C pada segitiga ABC. Kedudukan A, B, dan C pada segitiga itu ada 2 macam. Jadi  permutasi siklisnya ada 2, yaitu: pertama, ABC atauBCA atau CAB, dan kedua ACB  atau CBA atau BAC. Untuk empat unsur A, B, C, dan D, permutasi siklisnya ada 6, yaitu  ABCD, ABDC, BACD, BADC, CABD, CADB. Dari uraian di  atas tampak bahwa  banyak permutasi n benda berlainan yang disusun secara siklis adalah (n – 1)!  Permutasi yang telah kita bahas adalah berkenaan dengan benda-benda berlainan.  Bagaimana jika ada beberapa benda yang sama? Misalkan, benda a, b, c, dan d. benda b  dan benda c sama dengan x. Maka permutasi dari a, b, c adalah axx, axx, xax, xax, xxa,  xxa, yaitu terdiri dari tiga susunan yang berlainan. Jadi jika ada tiga benda dan dua  diantaranya sama, maka terdapat 3! / 2! = 3 permutasi yang berlainan. Jika ada empat  benda a, b, c, d; a = b = x dan c = d = y, maka ada4! / (2! 2!) permutasi berlainan.  Susunan yang berlainan itu apa saja? Dari masalah di atas, kita mempunyai sebuah sifat  lagi.
Sifat 5
Misalkan terdapat n buah benda bila n1diantaranya berjenis 1, n2diantaranya berjenis 2,  n 3 diantaranya berjenis 3, …, n kdiantaranya berjenis k; maka banyak permutasi berlainan  adalah n! / (n !!n2! n3!… nk!).  Sebagai ilustrasi, misalkan kita ingin menyusun rangkaian-rangkaian seri dari 9 buah  lampu. Lampu-lampu tersebut terdiri dari 3 buah berwarna merah, 4 buah berwarna  kuning, dan 2 buah berwarna biru. Maka banyak cara  menyusun lampu-lampu itu adalah  9! / (3! 2! 4!) = 120 cara.  11
Kombinasi
Perhatikan kembali jika ada 2 buah unsur A dan B maka permutasinya ada 2,  yaitu terdiri dari AB dan BA. Jika ada 3 buah unsurA, B, C dengan pengambilan 2 buah  unsur sekaligus, maka permutasinya ada 6, yaitu terdiri dari AB, BA, AC, CA, BC, CB.  Di sini, AB berbeda dengan BA, AC berbeda dengan CA, dan seterusnya. Bagaimana  jika dianggap AB dan BA dianggap sama, begitu pula  AC dan CA dianggap sama, dan  seterusnya? Dalam hal unsur-unsurnya tidak memperhatikan urutannya, seperti kasus di  atas, disebut kombinasi.  Kombinasi dari n unsur yang berbeda dengan sekali  pengambilan r (r  ≤n) ialah  semua susunan yang mungkin terjadi yang terdiri dari r unsur yang berbeda yang diambil  dari n unsur itu, tanpa memperhatikan urutannya. Banyak kombinasi dilambangkan  dengan nKr dan didefinisikan dengan:  nKr = nPr / r!  Karena nPr = n! / (n – r)!,  maka banyak kombinasi ini dapat ditulis sebagai  nKr= (n! / (n – r)!,)/ r!,  atau  nKr = n! / ((n – r)!. r!).  Sebagai ilustrasi, misalkan seorang guru telah menyipkan 6 buah soal. Ia memilih 5 dari 6  soal tersebut untuk ulangan siswanya. Maka susunan soal dapat ia buat adalah:  .  6K5= 6! / ((6 – 5)!. 5!)  = 6! / 1!. 5!  = (6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1) / (1 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1) = 6
Contoh 8.
Jika ada 4 wanita dan 3 pria. Carilah banyak panitia 4 orang yang dapat dibuat yang  beranggotakan 2 wanita dan 2 pria.  Jawab.
Banyaknya cara memilih 2 dari 4 wanita adalah  4K2= 4! / (2! 2!) = 6  Banyaknya cara memilih 2 dari 3 pria adalah  12 3K2= 3! / (2! 1!) = 3  Jadi banyaknya panitia yang dapat dibentuk yang beranggotakan 2 wanita dan 2 pria  adalah 6 x 3 = 18.

Peluang Suatu Kejadian
Pada bagian depan telah dibahas pengetosan sebuah  mata uang logam Pada  percobaan itu hanya dapat menghasilkan 2 buah kejadian, yaitu “gambar” dan “huruf”dan  dilambangkan dengan G dan H. Jika percobaan itu dilakukan secara acak (tidak  mengarahkan pada salah satu) maka berapa peluang munculnya G? dan berapa peluang  munculnya H ?  Teori peluang untuk ruang sampel berhingga menetapkan suatu himpunan  bilangan yang disebut dengan  bobot. Bobot ini bernilai nari 0 sapai dengan 1. Dengan  demikian peluang munculnya suatu kejadian dari suatu percobaan dapat dihitung. Jika  setiap titik pada ruang sampel ditentukan bobotnya,maka jumlah bobot pada ruang  sampel itu sama dengan1.Jika diyakini bahwa suatu titik sampel tertentu sangat mungkin  terjadi, maka bobotnya mendekati 1. Sebaliknya, jika suatu titik sampel tertentu sangat  tidak mungkin terjadi, maka bobotnya mendekati nol. Untuk menentukan peluang suatu kejadian A, semua bobot titik sampel dalam A  harus dijumlahkan. Jumlah ini dinamakan peluang A, dan diberi lambang P(A). Jadi P()  = 0 dan P(S) = 1 
Definisi.
17 Pelang suatu kejadian A adalah jumlah bobot semua titik sampel yang termasuk A. Jadi  0 ≤P(A) ≤1, P() = 0, dan P(S) = 1.  Pada pengetosan sebuah mata uang logam di atas, ruang sampel percobaan ini  adalah  S = G, H Karena percobaan itu dilakukan secara acak (tidak mengarahkan pada salah satu) maka  peluang munculnya G dan H mempunyai bobot yang sama. Menurut definisi, P(S) = 1.  Dengan demikian P(G) = P(A) = ½.  Bobot dapat dipandang sebagai peluang yang berkaitan dengan suatu kejadian  sederhana. Jika suatu percobaan mempunyai sifat bahwa setiap titik sampel berbobot  sama, maka peluang kejadian A adalah hasil bagi banyaknya unsur A dengan banyaknya  unsur S. Keadaan ini dinyatakan dalam sifat berikut:
Sifat 1
MIsalkan suatu percobaan dapat mempunyai N macam hasil yang mempunyai peluang  sama. Jika ada tepat n hasil itu berkaitan dengan kejadian A, maka peluang kejadian A  adalah  P(A) = n / N  Sebagai ilustrasi, misalkan suatu kartu ditarik dari satu kotak kartu bridge (52 kartu),  maka peluang kejadian A menarik kartu heartadalah P(A) = 13/52 = ¼.  Beberapa Sifat Peluang  Sering kali kita dengan mudah menentukan peluang suatu kejadian dengan  memanfaatkan peluang kejadian lain, khususnya bila  kejadian itu dapat dinyatakan  sebagai gabungan dua kejadian lain, atau komplemen suatu kejadian.
Sifat 2: (aturan penjumlahan)
Jika A dan B dua buah kejadian sebarang, maka,  P(A B) = P(A) + P(B) – P(A ∩B).  Pada sifat 2 di atas, jika A dan B dua kejadian yang saling terpisah, berarti P(A ∩ B), maka diperoleh  P(A B) = P(A) + P(B).  Kejadian yang saling terpisah ini secara umum dapatdinyatakan sebagai berikut:  18
Sifat 3.
Jika A 1, A2, A3, …, An adalah kejadian-kejadian yang saling terpisah, maka  P(A1 A2 A3 …An) = P(A1) + P(A2) + P(A3) + …. + P(An).
Contoh 1.
Berapa peluang mundapatkan jumlah 7 atau 11 pada pengetosan dua buah dadu?
Jawab.
Misal: A adalah kejadian memperoleh jumlah 7, dan  B kejadian memperoleh jumlah 11.  A kedapat muncul dalam 6 dari 36 titik sampel, dan B dapat dalam 2 dari 36 titik sampel.  Karena semua titik sampel berpeluang sama, maka  P(A) = 6/36 = 1/6 dan P(B) = 2/36 = 1/18.  A dan B merupakan kejadian terpisah karena tidak terjadi pada pengetosan yang sama.  Dengan demikian,
P(A B) = P(A) + P(B)
= 1/6 + 1/18
= 2/9
Kita ketahui bahwa ruang sampel merupakan seluruh kejadian A atau komplemen  A; kejadian A dan komplemen A adalah  . Kita tulis hal ini dengan  A A’ = S dan A ∩A’ = .  Kita juga telah mengetahui bahwa peluang ruang sampel sama denga 1. Kita tulis,  P(S) = 1  Dengan demikian,
P(A A’) = P(S)
= 1
P(A) + P(A’) = 1
P(A’) = 1 – P(A’)
Dengan demikian, kita mempunyai sifat berikut: 
Sifat 4
Jika A dan A’ adalah dua buah kejadian yang saling berkomplemen, maka  P(A’) = 1 – P(A)  .  19 Sebagai ilustrasi, pada pengetosan sebuah mata uang, kita ingin mengetahui peluang  munculnya paling sedikit muka. Untuk itu, misalkan A adalah kejadian paling sedikit satu  kali muncul muka. Ruang sampel S memuat 2 6 = 64 titik sampel. Jika A’ menyatakan  kejadian tidak ada muka muncul, maka A’ hanya ada 1cara, yaitu apabila semua  pengetosan menghasilkan belakang. Jadi P(A’) = 1/64.  Dengan demikian, P(A) = 1 – 1/64= 63/64.
Peluang Bersyarat
Peluang bersyarat adalah peluang munculnya suatu kejadian bila diketahui  kejadian lain telah muncul. Peluang bersyarat ini dilambangkan dengan P(B/A), dan  dapat dibaca: “peluang B muncul bila diketahui A muncul”, atau “peluang B jika A  diketahui”.
Definisi
Peluang bersyarat B jika diketahui A, ditulis P(B/A) didefinisikan dengan  P(B/A) = P(A ∩B) / P(A), jika P(A) > 0.
Contoh 2.
Misalkan S adalah suatu ruang sampel yang menyatakan siswa SD di suatu kota. Mereka  dikelompokkan menurut jenis kelamin dan kesukaannyapada matematika, sebagai  berikut:
Suka Matematika Tidak Suka Matematika  Laki-laki 480 60  Perempuan 200 300  Seorang siswa akan diambil mewakili sekolah itu untuk mengikuti suatu program  matematika yang diselenggarakan oleh pemerintah di kota itu. Berapa peluang agar yang  terambil adalah laki-laki yang suka matematika?
Jawab.
Misalkan kejadian yang muncul adalah:  A: Siswa berjenis kelamin laki-laki.  B: Siswa yang menyukai matematika.  Dengan menggunakan ruang sampel yang diperkecil B, kita peroleh:  20
P(A/B) = 480 / 680
= 0,7059
P(A/B) = P(A ∩B) / P(B)
= n(A ∩B) / n(S)/ n(B) / n(S)
= P(A ∩B) / P(B)
P(A ∩B) dan P(B) diperoleh dari ruang sampel S  Dengan menggunakan P(A/B) = P(A  ∩B) / P(B), akan diperiksa penyelesaian soal di  atas.
P(B) = 680 / 1040
= 0,6538
P(A ∩B) = 480 / 1040
= 0,4625
Jadi, P(A/B) = 0,4615 / 0,6538
= 0,7059.
Kita mengetahui bahwa,  P(A/B) = P(A ∩B) / P(B)
Jika persamaan itu di kalikan dengan P(B), diperoleh
P(A ∩B) = P(B). P(A/B).
Jadi, peluang kejadian serentak A dan B muncul samadengan peluang B muncul dikali  peluang kejadian A muncul jika diketahui kejadian Bmuncul.  Misalkan sebuah kotak berisi sepuluh buah kancing dan 4 diantaranya cacat. Jika  dua kancing dikeluarkan dari kotak secara acak satudemi satu tanpa pengembalian, maka  peluang kedua kancing itu cacat dapat dijelaskan sebagai berikut:  Misalkan, A = kejadian kancing pertama cacat.  B = kejadian kancing kedua cacat.  Kita dapat menerjemahkan bahwa (A ∩B) sebagai A muncul, kemudian B muncul.
P(A) = 4/10  = 0.4
P(B/A) = 3/9  = 0,333
Jadi,
21 P(A ∩B) = 0,4 x 0,333  = 0,1333
Jika pada masalah di atas kancing pertama dikembalikan ke dalam kotak dan  kemudian isi kotak disusun kembali secara acak sebelum kancing yang kedua diambil,  maka peluang munculnya kancing cacat pada pengambilan ke dua tetap, yaitu 2/5, karena  P(A/B) = P(A). Kejadian yang demikian disebut kejadian bebas.
Definisi
Kejadian A dan B dikatakan bebas jika dan hanya jika  P(A ∩B) = P(A). P(B).
Contoh 3.
Jika dua buah dadu ditos dua kali, berapa peluang muncul jumlah 5 dan 9?
Jawab:
Misalkan A1,  A2,B1,B2masing-masing menyatakan kejadian bebas bahwa jumlah 5  muncul pada pengetosan pertama, jumlah 9 muncul pada pengetosan ke pertama, jumlah  5 muncul pada pengetosan ke dua, dan jumlah 9 muncul pada pengetosan ke dua.  Akan dicari peluang gabungan P(A1 ∩B2) dan P(A2 ∩B1) yang saling lepas.
Jadi,
P(A1 ∩B2) P(A2 ∩B1) = P(A1 ∩B2) + P(A2 ∩B1)
= P(A1) P(B2) + P(A2) P( B1)
= (1/9)(1/9) + (1/9)(1/9)
= 2/81