PENGANTAR TEORI PELUANG
Pendahuluan
Sebagai
seorang guru, kita sering berhadapan dengan skor-skor hasil tes siswa. Misalkan seorang siswa memperoleh skor
asli (apa adanya / belum diolah)
dari empat kali tes matematika dalam
satu semester adalah 8, 7, 8, 9. Kumpulan bilangan itu merupakan data mentah. Misalkan pula, 3, 0, 2,
4 yang menyatakan banyaknya kecelakaan
lalu lintas di suatu daerah dalam empat bulan
pertama suatu tahun juga merupakan data
mentah. 100 cm, 120, cm, 180 cm, 150cm yang menyatakan tinggi badan orang-orang dalam suatu keluarga juga
merupakan data mentah. Dengan demikian, data
mentahmerupakan informasi yang dicatat dan dikumpulkan, baik dalam bentuk hitungan maupun pengukuran.Proses yang
menghasilkandata mentah disebut percobaan.
Pengetahuan kita tentang ruang sampel, kejadian, dan titik sampel sangat
diperlukan agar kita dapat memperoleh
gambaran lebih lengkap dalam memahami
suatu percobaan. Pada kegiatan belajar
ini, kita membahas ruang sampel, kejadian, dan titik sampel. Sebagai acuan utama bahan belajar mandiri ini
adalah buku karangan Billstein, Liberskind,
dan Lot (1993), A Problem Solving Approach
to Mathematics for Elemtary School
Teachers; Ruseffendi, H.E.T (1998), Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan; dan Sudjana (1989), Metoda Penelitian. Walpole, R.E. dan Myers,
R.H. (1986), Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur
dan Ilmuwan(terjemahan oleh Sembiring,
R.K.). Setelah mempelajari dan
mengerjakan latihan-latihan yang ada pada bahan belajar mandiri ini, anda diharapkan dapat:
1. Menyebutkan arti percobaan, ruang sampel,
kejadian,dan titik sampel.
2. Menentukan ruang sampel dari suatu percobaan.
3. Menentukan banyak kejadian tertentu dari
suatu perconaan.
4. Menentukan banyak titik sampel dari suatu
percobaan.
5. Menentukan permutasi dari suatu perconaan.
6. Menentukan kombinasi dari suatu percobaan.
7. Mengetahui makna distribusi peluang.
Kegiatan Belajar 1
Ruang Sampel dan Titik Sampel
Ruang Sampel
Pada
bagian pendahuluan telah disinggung tentang data mentah dan percobaan. Sebagai contoh percobaan adalah pengetosan
mata uang logam dan pengetosan dadu. Pada
pengetosan mata uang logam, percobaan ini hanya menghasilkan 2 buah kemungkinan, yaitu “muka” dan belakang, dan
pada pengetosan dadu untuk melihat angka
yang di bagian atas, kemungkinan yang dihasilkan adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan
6. Dalam banyak hal, percobaan tidak
dapat memberikanhasil yang pasti. Meskipun
kita melakukan pengetosan uang logam beberapa kali,kita tidak dapat
memastikan bahwa pengetosan tertentu
akan menghasilkan “muka”,dan pengetosan lainnya akan menghasilkan “belakang”. Meskipun demikian,
kita mengetahui bahwa setiap percobaan pasti
ada unsur peluang, dan kita mengetahui seluruh kemungkinan yang dapat
terjadi dari suatu percobaan. Seluruh
kemungkinan itu disebut dengan ruang
sampeldan dilambangkan dengan S. Tiap
hasil dalam ruang sampel disebut
unsuratau titik sampel. Bila ruang sampel S yang merupakan semua
hasil yangmungkin terjadi dari suatu percobaan
mempunyai unsur yang hingga banyaknya, maka unsur atau titik sampel itu dapat didaftar dan ditulis diantara dua
alokade. Pada pengetosan mata uang logam, unsur
atau titik sampel muka dan belakang dapat ditulis sebagai S = M, B.
Bila ruang sampel S berukuran besar atau
mempunyai unsur yang tak hingga banyaknya maka unsur-unsur itu akan lebih mudah ditulis dengan suatu pernyataan
atau aturan. Misalkan, bila hasil dari
suatu percobaan adalah orang-orang Jakarta yang mempunyai mobil dua atau
lebih maka ruang sampelnya dapat ditulis
sebagai 3
S
= xx orang Jakarta yang mempunyai mobil dua atau lebih dibaca, “S adalah kumpulan
x, jika x menyatakan orang Jakarta yang mempunyai mobil dua atau lebih”.
Contoh
1.
Percobaan
pengetosan sebuah dadu adalah angka yang
muncul di bagian atas, maka ruang
sampelnya adalah
S
= 1, 2, 3, 4, 5, 6 Bila percobaan pengetosan dadu itu adalah bilangan genap atau ganjil, maka ruang sampelnya adalah
S
= genap, ganjil Pada contoh di atas tampak bahwa suatu percobaan dapat
menghasilkan lebih dari satu ruang
sampel. Dari ruang sampel pertama dan ke dua,mana yang paling banyak memberikan informasi kepada kita?
Kejadian
Pada
setiap percobaan, mungkin kita ingin mengetahui kejadian tertentu.
Kejadian tertentu itu mungkin berupa
satu atau lebih titik sampel pada ruang sampel, atau mungkin bukan titik sampel pada ruang sampel. Jika
kejadianitu hanya memuat satu titik sampel
pada ruang sampel, maka kejadian itu disebut kejadian sederhana. Jika
kejadian itu merupakan gabungan dari
kejadian-kejadian sederhana, maka kejadian itu disebut kejadian majemuk. Misalkan pada percobaan pengetosan
sebuah dadu, kita ingin mengetahui hasil
pengetosan dadu adalah bilangan yang habis dibagi 2. Hal ini berarti yang kita kehendaki adalah kejadian munculnya
bilangan yang habis dibagi 2, yaitu A = 2,
4, 6. Tiap kejadian berkaitan dengan sekumpulan titik sampel dari suatu
ruang sampel membentuk himpunan bagian
dari ruang sampel itu. Pada contoh di
atas, jelas bahwa kejadian A = 2, 4,
6merupakan himpunan bagian dari ruang sampel S = 1, 2, 3, 4, 5, 6. Dengan demikian, kejadian dapat
didefinisikan sebagai himpunan bagian dari
ruang sampel.
Contoh
2.
Pada
penarikan sebuah kartu heart dari sekotak kartu bridge merupakan himpunan
bagian A = heartdari ruang sampel S = heart, spede, club, diamond. Jadi A
merupakan 4 kejadian sederhana. Pada
penarikan sebuah kartu merah B dari ruang sampel S = heart,
spede, club, diamondmerupakan kejadian majemuk karena B = heart
∪diamond= heart, diamond. Misalkan A merupakan kejadikan menemukan x
anggotabilangan real dari persamaan x 2 +
1 = 0, maka A = ∅; begitu pula bila B
= xx faktor 7 yang bukan prima, maka B = ∅.
A dan B di atas merupakan ruang
nolatau ruang hampa. Himpunan bagian ruang sampel yang tidak
memuat titik sampel disebut ruang nol atau
ruang hampa, dan dilambangkan dengan ∅
Hubungan antara kejadian dan ruang sampel padanannya dapat digambarkan dengan diagram venn. Dalam suatu diagram
venn, ruang sampel dapat digambarkan dengan
empat persegi panjang dan kejadian dinyatakan dengan lingkaran di
dalamnya. kejadian A, B, dan C merupakan
himpunan-himpunan bagian dari ruang sampel S. Juga tampak bahwa kejadian B merupakan himpunan
bagian kejadian A; kejadian B dan C tidak
mempunyai titik sampel yang sama; A dan C mempunyai paling sedikit satu
titik sampel yang sama (coba buatlah
diagram vennnya!). A Misalkan seorang menarik sebuah kartu dari
dari kelompok 52 kartu bridge dan terjadinya
kejadian adalah sebagai beriku:
A:
kartu yang ditarik berwarna merah.
B:
kartu yang ditarik jack, queen, atau king diamond.
C:
kartu yang ditarik as.
Kartu
apakah titik sampel persekutuan A dan C?
S C
B 5
Semua
mahasiswa
Logika Bilangan
Jelas bahwa titik sampel bersama (persekutuan) antara A dan C adalah dua
as merah (as heart dan as diamond). Kejadian mahasiswa yang mengambil mata kuliah
logika dan matakuliah bilangan masing-masing
dinyatakan dengan daerah yang diarsir. Daerah yang terarsir dua kali menyatakan mahasiswa yang mengambil kedua
matakuliah tersebut, sedangkan daerah yang
tidak terkena arsir sama sekali menyatakan mahasiswa yang tidak mengambil
kedua matakuliah tersebut. Suatu kejadian yang unsurnya termasuk dalam
kejadian A dan kejadian B disebut irisan
dua kejadian A dan B, dilambangkan A ∩B.
Unsur-unsur tersebut dapat didaftar, yaitu
A ∩B =
xx ∈A dan x ∈B.
Lambang “∈”
berarti “anggota” atau “termasuk dalam”.
A ∩B dapat dinyatakan dalam diagram venn, yaitu:
S A B
Contoh
3.
Misalkan
P = 3, 4, 5, 6, 7dan Q = 6, 7, 8 ,9maka A ∩B = 6, 7.
Contoh
4.
Misalkan
A menyatakan kejadiaan siswa yang dipilih
secara acak di suatu ruang kelas adalah
menyukai matematika. B menyatakan kejadian siswa yang dipilih secara acak
di ruang kelas itu adalah menyukai IPA.
Maka A ∩B menyatakan himpunan siswa di suatu
ruang kelas yang menyukai matematika dan IPA.
Contoh
5.
Misalkan
A menyatakan kejadian wanita yang suka menari yang dipilih secara acak di suatu ruang kelas. B menyatakan kejadian pria
yang suka sepak bola yang dipilih
secara acak di ruang kelas itu. Maka
A ∩B =
∅, yang berari A dan B
tidak mempunyai unsur persekutuan atau
dengan kata lain, tidak ada unsur dari
himpunan bagian A yang merupakan unsur
dari himpunan bagian dari B. Kita
memerlukan suatu definisi untuk dua kejadian tak mungkin terjadi
sekaligus. Kedua kejadian ini dikatakan
saling terpisah. Dua buah kejadian A dan B saling lepas jika A ∩B = ∅. Dua buah kejadian ini dapat
diilustrasikan dalam diagram venn berikut:
S A B
Dari
diagram venn di atas tampak bahwa tidak ada daerah sekutu antara A dan B, sehingga A ∩B = ∅.
Contoh
6.
Pada
pengetosan sebuah dadu, misalkan A menyatakan
kejadian bilangan genap muncul di
bagian atas, dan B menyatakan kejadian bilangan ganjil muncul di bagian atas. Kejadian A dan B itu dapat kita tulis dengan
A = 2, 4, 6, B = 1, 3, 5. Dua
kejadian 7 ini tidak mempunyai titik
sekutu, karena bilangan genap dan ganjil tidak mungkin muncul sekaligus (bersama-sama) pada
pengetosan sebuah dadu. Jadi A ∩B = ∅. Sering kali kita ingin mengetahui salah satu
dari dua kejadian A atau B. Kejadian seperti
ini kita sebut dengan gabungan dari A dan B; dan hal ini terjadi jika
hasilnya adalah unsur dari kedua
himpunan bagian itu. Lambang untuk gabungan ini adalah “ ∪”. Dengan demikian, A ∪B
ialah kejadian yang mengandung semua unsur yang termasuk A, B, atau keduanya. Sebagai ilustrasi, jika
A = 2, 4, 6dan B = 1, 3, 5, maka A ∪B = 1, 2,3, 4,5, 6.
Misalkan
kejadian A adalah himpunan bagian dari ruang sampel S. Seringkali kita ingin mengetahui kejadian di luar A tetapi
masih didalam S. Kejadian seperti ini dinamakan komplemensuatu kejadian A terhadap S dan
dilambangkan A’. Unsur A’ dapat didaftar
atau ditentukan dengan aturan A’ = xx ∈S
dan x ∈A. Dalam diagram venn, daerah yang menyatakan unsur kejadian
A’ diarsir atau digelapkan. S A Sebagai
ilustrasi, misalkan P menyatakan kejadian seorang siswa yang dipilih secara
acak dari suatu kelas adalah pria. Maka
P’ menyatakan kejadian siswa yang dipilih dari kelas itu adalah bukan pria. Misal pula, ruang
sampel S = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Jika A = 1, 3, 5, 7, 9, maka A’ = 2, 4, 6, 8, 10.
Berikut
ini beberapa sifat kejadian yang dapat dengan mudah diperiksa kebenarannya melalui diagram venn.
1. A ∩ ∅=
∅.
2. A ∪ ∅= A.
3. A ∩A’ = ∅
4. A ∪A’ = S
5. S’ = ∅
6. (A’)’ = A
Titik
Sampel Sering kali kita berhadapan
dengan unsur kemungkinan dari suatu kejadian tertentu bila suatu percobaan dilakukan. Dalam
beberapa hal, suatu soal peluang dapat diselesaikan
dengan menghitung titik sampel dalam ruang sampel. Kita akan mulai pembahasan ini, dengan memperhatikan sifat
berikut ini. Sifat 1 Jika suatu operasi
dapat dilakukan dengan n 1cara, dan jika untuk setiap cara ini operasi ke dua dapat dikerjakan dengan n 2cara, maka
kedua operasi itu dapat dikerjakan
bersama-sama dengan n1n2cara. Sebagai
ilustrasi, jika sepasang dadu dilemparkan sekali, maka banyaknya titik
sampel adalah 36. Hal ini karena dadu
pertama dapat menghasilkan 1 dari enam kemungkinan. Untuk setiap posisi tersebut, dadu kedua
dapat pulamenghasilkan 6 kemungkinan. Jadi
pasangan dadu itu dapat menghasilkan 6 x 6 = 36 kemungkinan. (Silahkan
tulis unsur-unsurnya itu). Sifat 1 di
atas dapat diperluas dengan banyaknya operasi adalah k. Dengan demikian,
kita memperoleh sifat berikut:
Sifat
2
Jika
suatu operasi dapat dilakukan dengan n 1cara, dan jika untuk setiap cara ini
operasi ke dua dapat dikerjakan dengan
n2cara, jika untuk setiap cara ini operasi ke tiga dapat dikerjakan dengan n 3, dan seterusnya, maka
deretan k operasi dapat dikerjakan dengan n 1 x n2x n3x …x nkcara.
Contoh
7.
Misalkan
seseorang akan memakai sepatu, kaos kaki,
celana, dan baju untuk berangkat kerja.
Ia mempunyai 2 pasang sepatu, 3 pasang kaos
kaki, 5 baju, dan 4 celana.Maka ia
mempunyai pilihan memakai sepatu, kaos kaki, baju, dan celana
sebanyak: 2 x 3 x 5 x 4 = 120. 9
Permutasi
Sering
kali kita juga menginginkan ruang sampel yang unsurya terdiri dari semua urutan yang mungkin. Misalkan kita ingin
mengetahuibanyaknya susunan yang dapat dibuat
bila 6 orang didudukkan mengelilingi suatu meja. Susunan yang berlainan
itu merupakan permutasi.
Definisi
Permutasi
adalah suatu susunan yang dapat dibentuk
dari suatu kumpulan benda yang diambil
sebagian atau seluruhnya. Jika ada 3
huruf a, b, dan c; maka permutasi yang dapat dibuat adalah abc, acb, bac,
bca, cab, dan cba. Tampak bahwa ada 6
susunan berlainan.Ada 3 tempat yang harus diisi oleh a, b, dan c. Jadi ada 3 pilihan untuk tempat
pertama, 2 pilihan untuk tempat ke dua, dan 1
pilihan untuk tempat ke tiga, sehingga semuanya menjadi 3 x 2 x 1 = 6
permutasi. Secara umum, jika ada n benda
berlainan, maka kita dapat menyusun benda itu sebanyak n(n – 1)(n – 2) …(3)(2)(1) cara. Perkalian ini
ditulis dengan lambang n!, dibaca “n faktorial”. 3 benda dapat disusun dengan 3! = 3 x 2 x 1 = 6
cara.Untuk 1! dan 0! Berturut-turut didefinisikan
1! = 1 dan 0! = 1.
Sifat
3.
Banyak
permutasi n benda berlainan adalah n! Dengan
menggunakan sifat 3, maka banyaknya permutasi dari 4 huruf berlainan
adalah 4! = 24.
Misalkan
kita ingin mengetahui banyaknya permutasiyang dapat dibuat dari 4 huruf a, b, c, dan d bila 2 huruf diambil
sekaligus. Permutasi itu adalah ab, ac, ad, ba, ca, da, bc, bd, cb, db, cd, dan dc. Dengan
menggunakan sifat 2, ada 2 tempat untuk
diisi dengan 4 pilihan untuk tempat yang
pertama dan ada 3 pilihan untuk tempat yang ke dua, sehingga seluruhnya ada 4 x 3 = 12 permutasi.
Secara umum, kita dapat menurunkan sebuah
sifat, yaitu:
Sifat
4.
Jika
n benda berlainan diambil r sekaligus maka dapat disusun dalam n x (n – 1) x (n
– 2) x ….… x (n – r) cara; dan perkalian
ini ditulis dengan lambang, nPr = n! /
(n – r)! 10 Sebagai ilustrasi, misalkan
ada 20 nama A, B, C, …,T. Dari 20 nama itu diambil 2 nama secara acak. Dengan menggunakan rumus di
atas, makabanyak titik sampel dalam ruang
sampel S adalah 20P2= 20! / (20 –
2)! = 20 x 19 = 380.
Permutasi
yang dibuat dengan menyusun benda secaramelingkar atau siklis disebut permutasi melingkar atau permutasi siklis. Permutasi ini merupakan
permutasi yang unsur-unsurnya ada pada
kedudukan melingkar, misalnya kedudukan titik A, B, dan C pada segitiga ABC. Kedudukan A, B, dan C
pada segitiga itu ada 2 macam. Jadi permutasi
siklisnya ada 2, yaitu: pertama, ABC atauBCA atau CAB, dan kedua ACB atau CBA atau BAC. Untuk empat unsur A, B, C,
dan D, permutasi siklisnya ada 6, yaitu ABCD,
ABDC, BACD, BADC, CABD, CADB. Dari uraian di
atas tampak bahwa banyak
permutasi n benda berlainan yang disusun secara siklis adalah (n – 1)! Permutasi yang telah kita bahas adalah
berkenaan dengan benda-benda berlainan. Bagaimana
jika ada beberapa benda yang sama? Misalkan, benda a, b, c, dan d. benda b dan benda c sama dengan x. Maka permutasi
dari a, b, c adalah axx, axx, xax, xax, xxa,
xxa, yaitu terdiri dari tiga susunan yang berlainan. Jadi jika ada tiga
benda dan dua diantaranya sama, maka
terdapat 3! / 2! = 3 permutasi yang berlainan. Jika ada empat benda a, b, c, d; a = b = x dan c = d = y,
maka ada4! / (2! 2!) permutasi berlainan.
Susunan yang berlainan itu apa saja? Dari masalah di atas, kita
mempunyai sebuah sifat lagi.
Sifat
5
Misalkan
terdapat n buah benda bila n1diantaranya berjenis 1, n2diantaranya berjenis
2, n 3 diantaranya berjenis 3, …, n kdiantaranya
berjenis k; maka banyak permutasi berlainan
adalah n! / (n !!n2! n3!… nk!). Sebagai
ilustrasi, misalkan kita ingin menyusun rangkaian-rangkaian seri dari 9
buah lampu. Lampu-lampu tersebut terdiri
dari 3 buah berwarna merah, 4 buah berwarna
kuning, dan 2 buah berwarna biru. Maka banyak cara menyusun lampu-lampu itu adalah 9! / (3! 2! 4!) = 120 cara. 11
Kombinasi
Perhatikan
kembali jika ada 2 buah unsur A dan B maka permutasinya ada 2, yaitu terdiri dari AB dan BA. Jika ada 3 buah
unsurA, B, C dengan pengambilan 2 buah unsur
sekaligus, maka permutasinya ada 6, yaitu terdiri dari AB, BA, AC, CA, BC,
CB. Di sini, AB berbeda dengan BA, AC
berbeda dengan CA, dan seterusnya. Bagaimana
jika dianggap AB dan BA dianggap sama, begitu pula AC dan CA dianggap sama, dan seterusnya? Dalam hal unsur-unsurnya tidak
memperhatikan urutannya, seperti kasus di
atas, disebut kombinasi. Kombinasi
dari n unsur yang berbeda dengan sekali
pengambilan r (r ≤n) ialah semua susunan yang mungkin terjadi yang
terdiri dari r unsur yang berbeda yang diambil
dari n unsur itu, tanpa memperhatikan urutannya. Banyak kombinasi
dilambangkan dengan nKr dan
didefinisikan dengan: nKr = nPr /
r! Karena nPr = n! / (n – r)!, maka banyak kombinasi ini dapat ditulis
sebagai nKr= (n! / (n – r)!,)/ r!, atau
nKr = n! / ((n – r)!. r!). Sebagai
ilustrasi, misalkan seorang guru telah menyipkan 6 buah soal. Ia memilih 5 dari
6 soal tersebut untuk ulangan siswanya.
Maka susunan soal dapat ia buat adalah: . 6K5=
6! / ((6 – 5)!. 5!) = 6! / 1!. 5! = (6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1) / (1 x 5 x 4 x 3 x
2 x 1) = 6
Contoh
8.
Jika
ada 4 wanita dan 3 pria. Carilah banyak panitia 4 orang yang dapat dibuat
yang beranggotakan 2 wanita dan 2
pria. Jawab.
Banyaknya
cara memilih 2 dari 4 wanita adalah 4K2=
4! / (2! 2!) = 6 Banyaknya cara memilih
2 dari 3 pria adalah 12 3K2= 3! / (2!
1!) = 3 Jadi banyaknya panitia yang
dapat dibentuk yang beranggotakan 2 wanita dan 2 pria adalah 6 x 3 = 18.
Peluang Suatu Kejadian
Pada
bagian depan telah dibahas pengetosan sebuah
mata uang logam Pada percobaan
itu hanya dapat menghasilkan 2 buah kejadian, yaitu “gambar” dan
“huruf”dan dilambangkan dengan G dan H.
Jika percobaan itu dilakukan secara acak (tidak
mengarahkan pada salah satu) maka berapa peluang munculnya G? dan berapa
peluang munculnya H ? Teori peluang untuk ruang sampel berhingga
menetapkan suatu himpunan bilangan yang
disebut dengan bobot. Bobot ini bernilai
nari 0 sapai dengan 1. Dengan demikian
peluang munculnya suatu kejadian dari suatu percobaan dapat dihitung. Jika setiap titik pada ruang sampel ditentukan
bobotnya,maka jumlah bobot pada ruang sampel
itu sama dengan1.Jika diyakini bahwa suatu titik sampel tertentu sangat
mungkin terjadi, maka bobotnya mendekati
1. Sebaliknya, jika suatu titik sampel tertentu sangat tidak mungkin terjadi, maka bobotnya
mendekati nol. Untuk menentukan peluang suatu kejadian A, semua bobot titik
sampel dalam A harus dijumlahkan. Jumlah
ini dinamakan peluang A, dan diberi lambang P(A). Jadi P(∅) = 0 dan P(S) = 1
Definisi.
17
Pelang suatu kejadian A adalah jumlah bobot semua titik sampel yang termasuk A.
Jadi 0 ≤P(A) ≤1, P(∅) = 0, dan P(S) =
1. Pada pengetosan sebuah mata uang
logam di atas, ruang sampel percobaan ini
adalah S = G, H Karena
percobaan itu dilakukan secara acak (tidak mengarahkan pada salah satu)
maka peluang munculnya G dan H mempunyai
bobot yang sama. Menurut definisi, P(S) = 1.
Dengan demikian P(G) = P(A) = ½. Bobot
dapat dipandang sebagai peluang yang berkaitan dengan suatu kejadian sederhana. Jika suatu percobaan mempunyai
sifat bahwa setiap titik sampel berbobot
sama, maka peluang kejadian A adalah hasil bagi banyaknya unsur A dengan
banyaknya unsur S. Keadaan ini
dinyatakan dalam sifat berikut:
Sifat
1
MIsalkan
suatu percobaan dapat mempunyai N macam hasil yang mempunyai peluang sama. Jika ada tepat n hasil itu berkaitan
dengan kejadian A, maka peluang kejadian A
adalah P(A) = n / N Sebagai ilustrasi, misalkan suatu kartu
ditarik dari satu kotak kartu bridge (52 kartu), maka peluang kejadian A menarik kartu
heartadalah P(A) = 13/52 = ¼. Beberapa
Sifat Peluang Sering kali kita dengan
mudah menentukan peluang suatu kejadian dengan
memanfaatkan peluang kejadian lain, khususnya bila kejadian itu dapat dinyatakan sebagai gabungan dua kejadian lain, atau
komplemen suatu kejadian.
Sifat
2: (aturan penjumlahan)
Jika
A dan B dua buah kejadian sebarang, maka,
P(A ∪B)
= P(A) + P(B) – P(A ∩B). Pada sifat 2 di
atas, jika A dan B dua kejadian yang saling terpisah, berarti P(A ∩ B), maka
diperoleh P(A ∪B) = P(A) + P(B). Kejadian yang saling terpisah ini secara umum
dapatdinyatakan sebagai berikut: 18
Sifat
3.
Jika
A 1, A2, A3, …, An adalah kejadian-kejadian yang saling terpisah, maka P(A1 ∪A2
∪A3 …∪An) = P(A1) + P(A2) +
P(A3) + …. + P(An).
Contoh
1.
Berapa
peluang mundapatkan jumlah 7 atau 11 pada pengetosan dua buah dadu?
Jawab.
Misal:
A adalah kejadian memperoleh jumlah 7, dan
B kejadian memperoleh jumlah 11. A
kedapat muncul dalam 6 dari 36 titik sampel, dan B dapat dalam 2 dari 36 titik
sampel. Karena semua titik sampel berpeluang
sama, maka P(A) = 6/36 = 1/6 dan P(B) =
2/36 = 1/18. A dan B merupakan kejadian
terpisah karena tidak terjadi pada pengetosan yang sama. Dengan demikian,
P(A
∪B) = P(A) + P(B)
=
1/6 + 1/18
=
2/9
Kita
ketahui bahwa ruang sampel merupakan seluruh kejadian A atau komplemen A; kejadian A dan komplemen A adalah ∅.
Kita tulis hal ini dengan A ∪A’ = S dan A ∩A’ = ∅. Kita juga telah mengetahui bahwa peluang
ruang sampel sama denga 1. Kita tulis,
P(S) = 1 Dengan demikian,
P(A
∪A’) = P(S)
=
1
P(A)
+ P(A’) = 1
P(A’)
= 1 – P(A’)
Dengan
demikian, kita mempunyai sifat berikut:
Sifat
4
Jika
A dan A’ adalah dua buah kejadian yang saling berkomplemen, maka P(A’) = 1 – P(A) . 19 Sebagai
ilustrasi, pada pengetosan sebuah mata uang, kita ingin mengetahui peluang munculnya paling sedikit muka. Untuk itu,
misalkan A adalah kejadian paling sedikit satu
kali muncul muka. Ruang sampel S memuat 2 6 = 64 titik sampel. Jika A’
menyatakan kejadian tidak ada muka
muncul, maka A’ hanya ada 1cara, yaitu apabila semua pengetosan menghasilkan belakang. Jadi P(A’)
= 1/64. Dengan demikian, P(A) = 1 –
1/64= 63/64.
Peluang Bersyarat
Peluang
bersyarat adalah peluang munculnya suatu kejadian bila diketahui kejadian lain telah muncul. Peluang bersyarat
ini dilambangkan dengan P(B/A), dan dapat
dibaca: “peluang B muncul bila diketahui A muncul”, atau “peluang B jika A diketahui”.
Definisi
Peluang
bersyarat B jika diketahui A, ditulis P(B/A) didefinisikan dengan P(B/A) = P(A ∩B) / P(A), jika P(A) > 0.
Contoh
2.
Misalkan
S adalah suatu ruang sampel yang menyatakan siswa SD di suatu kota. Mereka dikelompokkan menurut jenis kelamin dan kesukaannyapada
matematika, sebagai berikut:
Suka
Matematika Tidak Suka Matematika
Laki-laki 480 60 Perempuan 200 300 Seorang siswa akan diambil mewakili sekolah
itu untuk mengikuti suatu program matematika
yang diselenggarakan oleh pemerintah di kota itu. Berapa peluang agar yang terambil adalah laki-laki yang suka
matematika?
Jawab.
Misalkan
kejadian yang muncul adalah: A: Siswa
berjenis kelamin laki-laki. B: Siswa
yang menyukai matematika. Dengan
menggunakan ruang sampel yang diperkecil B, kita peroleh: 20
P(A/B)
= 480 / 680
=
0,7059
P(A/B)
= P(A ∩B) / P(B)
=
n(A ∩B) / n(S)/ n(B) / n(S)
=
P(A ∩B) / P(B)
P(A
∩B) dan P(B) diperoleh dari ruang sampel S
Dengan menggunakan P(A/B) = P(A
∩B) / P(B), akan diperiksa penyelesaian soal di atas.
P(B)
= 680 / 1040
=
0,6538
P(A
∩B) = 480 / 1040
=
0,4625
Jadi,
P(A/B) = 0,4615 / 0,6538
=
0,7059.
Kita
mengetahui bahwa, P(A/B) = P(A ∩B) /
P(B)
Jika
persamaan itu di kalikan dengan P(B), diperoleh
P(A
∩B) = P(B). P(A/B).
Jadi,
peluang kejadian serentak A dan B muncul samadengan peluang B muncul
dikali peluang kejadian A muncul jika
diketahui kejadian Bmuncul. Misalkan
sebuah kotak berisi sepuluh buah kancing dan 4 diantaranya cacat. Jika dua kancing dikeluarkan dari kotak secara
acak satudemi satu tanpa pengembalian, maka
peluang kedua kancing itu cacat dapat dijelaskan sebagai berikut: Misalkan, A = kejadian kancing pertama
cacat. B = kejadian kancing kedua
cacat. Kita dapat menerjemahkan bahwa (A
∩B) sebagai A muncul, kemudian B muncul.
P(A)
= 4/10 = 0.4
P(B/A)
= 3/9 = 0,333
Jadi,
21
P(A ∩B) = 0,4 x 0,333 = 0,1333
Jika
pada masalah di atas kancing pertama dikembalikan ke dalam kotak dan kemudian isi kotak disusun kembali secara
acak sebelum kancing yang kedua diambil,
maka peluang munculnya kancing cacat pada pengambilan ke dua tetap,
yaitu 2/5, karena P(A/B) = P(A).
Kejadian yang demikian disebut kejadian bebas.
Definisi
Kejadian
A dan B dikatakan bebas jika dan hanya jika
P(A ∩B) = P(A). P(B).
Contoh
3.
Jika
dua buah dadu ditos dua kali, berapa peluang muncul jumlah 5 dan 9?
Jawab:
Misalkan
A1, A2,B1,B2masing-masing menyatakan
kejadian bebas bahwa jumlah 5 muncul
pada pengetosan pertama, jumlah 9 muncul pada pengetosan ke pertama,
jumlah 5 muncul pada pengetosan ke dua,
dan jumlah 9 muncul pada pengetosan ke dua.
Akan dicari peluang gabungan P(A1 ∩B2) dan P(A2 ∩B1) yang saling lepas.
Jadi,
P(A1
∩B2) ∪P(A2 ∩B1) = P(A1 ∩B2) +
P(A2 ∩B1)
=
P(A1) P(B2) + P(A2) P( B1)
=
(1/9)(1/9) + (1/9)(1/9)
=
2/81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar